HukumTabanan

Ditetapkan Sebagai Tersangka, Perbekel Gadungan Kembali Jalani Pemeriksaan

    TABANAN, Kilasbali.com– Perbekel Desa Gadungan I Wayan Muliartana telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang tengah diusut Polres Tabanan. Namun Muliartana berdalih jika apa yang dilakukan telah berdasarkan kesepakatan antara Desa Pekraman. Kendatipun demikian ia mengaku akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.

    Muliartana sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Tabanan sejak Jumat (12/10/2018) lalu. Dan pasca ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (16/10/2018) dirinya kembali menjalani pemeriksaan didampingi Pengacara di ruang Unit III Satreskrim Polres Tabanan. Tersangka menjalani pemeriksaan mulai pukul 09.00 Wita hingga pukul 12.00 Wita.

    Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun di lapangan, kasus dugaan pungli yang dilakukan oleh Perbekel Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur tersebut bermula dari adanya laporan masyarakat atas dugaan pungli terhadap truk yang melakukan aktifitas pembelian tanah di Desa Gadungan atau Galian C. Tanah yang dibeli dari lahan milik pribadi ini kebanyakan dibeli oleh pengusaha asal Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Tabanan sebagai bahan baku pembuatan genteng. Setiap truk yang masuk dikenakan retribusi Rp 30.000 oleh pihak desa sejak awal tahun 2018.

    Usai menjalani pemeriksaan, Miliartana menuturkan jika retribusi sebesar Rp 30.000 per truk yang masuk ke Desa Gadungan untuk membeli tanah tersebut dipungut sejak awal tahun 2018 karena pihak desa dimintai kebijakan akan aktifitas galian C masih tetap ingin beroperasi meskipun pihaknya sudah ingin menghentikan aktifitas tersebut.

    Ia menyebutkan, aktifitas galian C ini sejatinya sudah ada sebelum ia menjabat sebagai Perbekel Desa Gadungan. Hanya saja karena rasa kemanusiaan dan demi kepentingan masyarakat lantaran ada masyarakat Desa Gadungan yang bergerak dalam usaha itu, serta himpitan ekonomi yang membuat warganya harus menjual tanah demi membayar hutang, maka pihaknya mengeluarkan permakluman agar galian C bisa tetap beroperasi. “Akhirnya saya mengeluarkan permakluman dengan berkoordinasi dengan Desa Pekraman melalui Perarem tanggal 29 Desember 2016 dimana galian C ini bisa beroperasi dalam jangka waktu satu tahun, sehingga di tahun 2017 galian C ini harus dihentikan,” tegasnya.

    Baca Juga:  Bunda Paud Tabanan Resmikan Gedung TK Negeri Marga

    Disamping itu, karena aktifitas galian C menimbulkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur, maka pengusaha yang melakukan pembelian tanah harus berkontribusi Rp 1,5 Juta yang rinciannya Rp 500.000 masuk ke Banjar Adat, dan Rp 500.000 masuk ke Desa Pekraman dan Rp 500.000 digunakan untuk pemeliharaan infrastruktur. Dan setelah satu tahun berjalan, kemudian di awal tahun 2018 pihak Desa pun mulai bersurat ke Desa Adat dan Desa Pekraman agar menghentikan aktifitas galian C tersebut sesuai kesepakatan awal. Hanya saja masyarakat dan pengusaha kembali mendesak agar aktifitas galian C bisa tetap beroperasi. “Masyarakat dan pengusaha tetap mendesak agar bisa beroperasi, akhirnya saya berikan permakluman lagi. Inilah keteledoran saya, coba saja waktu itu saya tegas menghentikan aktifitas galian C itu,” sambungnya.

    Ketika itu, karena ada kegiatan pembangunan di pusat pemerintahan Desa Gadungan yang di tahun 2015 mengalami kebakaran hebat, maka pihaknya meminta sumbangsih dari para pengusaha tersebut yakni dengan meminta dana retribusi Rp 30.000 per truk. Dan menurutnya hal tersebut tidak merugikan pihak manapun karena pengusaha pun tetap untung lantaran tanah yang dijual ke Pejaten telah dinaikan Rp 50.000. “Jadi ini sudah sesuai kesepakatan, hanya saja tidak ada hitam diatas putih saat saya mengumpulkan para pengusaha di Kantor Desa,” lanjutnya.

    Baca Juga:  Komisi I Dorong Desa Dinas dan Adat Bersinergi Jaring Duktang

    Akhirnya uang retribusi yang terkumpul dibagi menjadi dua sesuai dengan jumlah titik galian C di Desa Gadungan, yakni Pak Pita dan Pak Made. Selanjutnya Muliartana meminta keduanya membuka rekening sehingga transparan. Dan selama tiga bulan yakni dari bulan Februari hingga April 2018, terkumpulan dana Rp 13,5 Juta pada rekening Pak Pita. “Karena ada kebutuhan membeli patung untuk pembangunan pusat pemerintahan desa, maka panitia pembangunan pusat pemerintah desa yang kita bentuk kemudian menarik uang itu Rp 13 juta untuk membeli patung. Jadi tidak ada uang itu digunakan secara pribadi,” tegasnya.

    Hanya saja menurutnya, pelaporannya dugaan kasus ini kepada pihak kepolisian dilatar belakangi rasa kecewa pengusaha atas tindakan yang ia lakukan terakhir ini, yakni tetap ingin menutup aktifitas galian C. Padahal tindakannya untuk menutup aktifitas galian C sangat beralasan lantaran tak ada lagi pengusaha yang mau membayarkan retribusi sesuai kesepakatan. Disamping itu, sesuai permakluman di tahun 2017, para pengusaha juga harus menyetorkan uang Rp 60 juta ke Desa Pekraman karena melakukan kegiatan pembelian tanah sebanyak 60 are, namun hanya baru dibayarkan Rp 38 juta. “Bulan Juli saya cek ternyata tidak ada uang yang terkumpul dan katanya tidak ada lagi truk yang mau membayar, sehingga langkah yang saya ambil ya menutup aktifitas galian C ini karena sudah melanggar komitmen yang kita buat bersama. Yak arena itu mungkin mereka kecewa sehingga saya dilaporkan,” tukasnya.

    Atas kondisi tersebut, Miliartana pun mengaku jika sejatinya dirinya tidak terima jika ditetapkan sebagai tersangka. Dan berencana melaporkan balik pihak-pihak yang telah memberatkan dirinya dalam memberikan kesaksian. “Jadi apa yang dituduhkan itu tidak benar karena tidak ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi,” tandasnya.

    Baca Juga:  Kontraktor Lift Maut Ayu Terraresort Divonis 1,6 Tahun Penjara

    Sementara itu, Kanit Idik III Satreskrim Polres Tabanan, IPDA I Made Rai Sunirta seijin Kasat Reskrim Polres Tabanan mengatakan bahwa Perbekel Gadungan terjerat kasus saber pungli atas tindakannya memungut retribusi terhadap truk yang melakukan pembelian tanah galian C di Desa Gadungan dengan total Rp 13 Juta. “Menurut saksi ahli, yang bersangkutan merupakan penerima gaji yang bersumber dari pemerintah sehingga tergolong pegawai negeri, jadi masuk ke ranah korupsi yang dasarnya pungli,” ujarnya.

    Dan setelah menjalani proses penyelidikan hingga penyidikan, pihaknya pun menetapkan Miliartana sebagai tersangka pada hari Jumat (12/10) dengan pasal yang disangkakan yakni pasal 12 huruf e dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. “Berawal dari adanya laporan masyarakat setempat yang juga pengusaha kita usut dana yang masuk ke desa, tidak menyentuh ke Desa Pekraman,” imbuhnya.

    Saat ditanya apakah tersangka tidak dilakukan penahanan, ia mengatakan jika sejauh ini tersangka bersikap kooperatif dan telah memiliki tempat tinggal tetap maka tidak dilakukan penahanan. (*KB).

    Back to top button

    Berita ini dilindungi