BADUNG, Kilasbali.com– Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 dikhawatirkan kembali akan terjadi Carut marut, seperti halnya tahun ajaran sebelumnya. Apalagi, PPDB tahun ajaran ini akan berubah dengan menerapkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru.
Hal tersebut dikatakan Pengamat Pendidikan, Dr. Drs. I Made Gede Putra Wijaya, SH., M.Si., saat ditemui di Latu Gerih, Abiansemal, Badung. “Harapan saya, jangan sampai terjadi karut marut seperti PPDB tahun ajaran 2018/2019. Yakni carut marutnya, ketika kuota yang ada dalam satu sekolah yang dituju anak, melebihi jumlah kuota yang disediakan sekolah,” jelasnya. Menurutnya, dalam Permendikbud tersebut terdapat perbedaan dalam penerimaan siswa baru. “Kalau dulu terdapat empat jalur PPDB. Namun dalam Permendikbud No. 51 ini, ada tiga jalur sebagi syarat dalam penerimaan siswa,” tambahnya.
Adapun jalur tersebut, jelas Putra Wijaya, yakni melalui jalur zonasi sebesar 90% dari jumlah kuota sekolah, prestasi 5%, dan jalur perpindahan bagi anak TNI/Polri, dan PNS. Di mana jika tidak terpenuhi jalur prestasi maupun perpindahan, akan dikembalikan ke jalur zonasi. “Saya juga sangat mengkhawatirkan jalur zonasi sebesar 90% itu, karena jumlah siswa yang dekat dengan sekolah bisa melebihi dari kuota yang dialokasikan dalam sekolah itu. Jadi itu harus ada indikator yang jelas untuk menjaringnya. Apakah menggunakan nilai ujian nasional atau apa? Itu harus jelas,” tegasnya.
Lebih lanjut Putra Wijaya mencontohkan, jika jalur sonazi tersebut terdapat 1.000 siswa, sedangkan daya tampung sekolah hanya 360 siswa, maka harus jelas indikator untuk menjaring siswa di sekolah yang dituju “Memang Kemendikbud meminta sekolah untuk melakukan pendataan siswa. Tetapi kalau lebih, maka harus ada pemikiran bersama untuk mencari solusi, sehingga tidak menimbulkan kekisruhan,” bebernya.
Dalam kesempatan tersebut, Putra Wijaya juga menegaskan agar POS PPDB yang telah disetujui bersama, dijalankan secara konsisten. Bahkan melibatkan seluruh stake holder dalam pembahasan POS PPDB ini. “Jangan lagi ada pintu belakang (untuk penambahan siswa, red), atau diambil alih oleh DPR dalam PPDB dengan dalih ada anak-anak yang tidak tertampung di sekolah manapun, bahkan disebutkan tidak diterima di sekolah swasta. Tetapi kenyataannya, banyak sekolah swasta yang kosong kekurangan siswa, bahkan terpaksa tutup gara-gara tidak dapat siswa,” gerutunya.
Sekolah swasta sendiri, jelas Putra Wijaya, tugas dan fungsinya sama dengan sekolah negeri yakni mencerdaskan bangsa, tidak kalah dengan sekolah negeri, bahkan lebih berat dari negeri. Sementara saat ditanya terkait isu yang berkembang di masyarakat bahwa sekolah negeri lebih murah dibandingkan dengan swasta? Putra Wijaya menjawab bahwa rumor yang berkembang itu tidak benar. Pasalnya sekolah negeri juga memungut bayaran yang disebut sumbangan sukarela. “Sekolah swasta lebih transparan dalam penerimaan pembayaran siswa atau SPP,” tandasnya. (jus/*KB).