DenpasarPendidikan

Tanpa Sadar, Ternyata Masakan Bali Mengandung Antibiotik dan Antiseptik

    DENPASAR, Kilasbali.com – Masyarakat Bali secara tidak sadar sudah sejak dahulu mengenal dan menerapkan food therapy. Karena dari bumbu-bumbu yang diracik untuk dijadikan campuran makanan ini, ternyata secara tidak langsung merupakan sebuah pengobatan.

    Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa seusai seminar nasional bertema “Food Therapy dengan Pangan Lokal Berbasis Kesehatan Tradisonal”, di Aula Lantai III Rektorat Unhi, di Denpasar, Senin (4/3/2019). “Nah, bumbu-bumbu yang dicampur dengan bahan makan ini sudah mengandung obat, baik itu antibiotik maupun antiseptik,” ujarnya.

    Rektor pun mencontohkan, pembuatan lawar dengan bumbu-bumbu yang dicampur akan membunuh mikroba yang ada pada darah mentah dalam adonan lawar itu sendiri. “Nah jika darah mentah itu dilihat secara kedokteran, pasti berkembang bakterinya. Tapi kalau dalam lawar kan tidak ada itu, dan Ini sudah terbukti bahwa masyarakat Bali mengkomsumi lawar tidak terkena penyakit,” bebernya.

    Rektor Unhi, Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa

    Rektor menambahkan, contoh selanjutnya adalah tum bungkil (masakan tradisonal daging yang dicampur akar pisang, red) yang merupakan campuran serat. “Leluhur masyarakat Bali sudah terlebih dahulu telah melakukan pengobatan dengan pangan lokal. Namun, mereka tidak menyadarinya, dan namanya bukan food therapy,” tambahnya.

    Baca Juga:  Ini Dia Kerja Nyata Koster-Giri di Nusa Penida 

    Dalam kesempatan tersebut, Rektor asal Karangasem ini juga mengungkapkan bahwa pengobatan modern sendiri mengambil contoh dari tanaman-tanaman yang memiliki zat herbal. Dari zat aktif tanaman inilah yang dirubah ke dalam bentuk sentetis, karena di negara-negara barat tidak memiliki tanaman.

    “Jadi obat tradisional itu jauh sangat aman dan tanpa efek samping, karena tidak memakai bahan pengawet,” jelasnya.

    Dalam seminar tersebut, Unhi menghadirkan tiga narasumber, yakni Presiden Institute Akupuntur New Zeland dr. Sony Ambudi, Ketua Sertifikasi Shinse dr. Willie Japaries, dan juga Guru Besar Mikrobiologi Ayur Weda Unhi Prof. Ir. Wayan Redy Aryanta.

    Baca Juga:  Pimpinan DPRD Provinsi Bali 2024-2029 Resmi Dilantik

    dr. Sony Ambudi yang membawakan makalah Superfood untuk Kanker mengatakan, memang ada superfood yang bisa mengobati kanker. Tetapi yang tidak ada adalah superfood yang bisa mengobati segala penyakit. “Yang merupakan terapi makanan tidak usah mencari yang mahal atau sulit. Ternyata ada yang sederhana dan gampang dicari, yakni gado-gado dan wedang jahe sebagai makanan obat yang ampuh,” ujarnya seraya mengatakan, sehat sendiri ternyata sangat sederhana, yakni enak makan, enak tidur, dan enak perasaan. “Nah di dalam kedokteran Tiongkok, tiga inilah yang dicari,” ucapnya.

    Baca Juga:  Four Star by Trans Hotel Tawarkan Trans Catering

    Sementara itu, dr. Willie membawakan makalah Introduksi Kitab Ilmu Penyakit Dalam Kaisar Kuning, yang merupakan kitab ilmu kesehatan tradisional tertua di dunia. Menurutnya, dalam kitab tersebut juga menyebutkan, luka dalam sebenarnya itu perasaan emosional yang menyebabkan timbulnya penyakit. Begitu juga kalau terlalu senang juga tidak baik. “Diagnosa tradisonal sendiri tidak perlu alat, cukup dengan mengandalkan panca indra saja,” sebutnya. (jus*/kb)

    Back to top button