DENPASAR, Kilasbali.com – Sorak sorai dan riuh tepuk tangan penonton menyambut pidato dari Gubernur Bali, I Wayan Koster di panggung terbuka Ardha Chandra, Art Centre, Sabtu malam (15/6/2019). Bukan tanpa sebab, Koster menyampaikan hal-hal baru yang ada dalam PKB (Pesta Kesenian Bali –red) ke 41 tahun 2019.
“Para peserta pameran yang merupakan pelaku IKM, Industri Kecil Menengah, tidak lagi dipungut biaya alias gratis!” seru Koster dalam pidato sambutannya.
Lebih lanjut, Wayan ‘Kun’ Adnyana menjelaskan, pada PKB ke 41 ini, setidaknya ada beberapa hal yang berbeda dari pengelolaan dan pelaksanaan PKB sebelumnya. Yang pertama, adanya pembebasan biaya stand pameran.
“Syaratnya adalah ia IKM, basisnya dia memang memproduksi, ber-KTP Bali dan seterusnya itu,” jelas Wayan ‘Kun’ Adnyana.
Sehingga dengan kebijakan ini diharapkan meringankan beban biaya dan memotivasi untuk bergerak disektor industri kreatif pada pelaku IKM. Di sisi lain, pelaku seni yang dilibatkan adalah seni sebunan, seni yang berbasis desa adat. Hingga diberlakukannya kebijakan pembebasan sampah plastik dan styrofoam untuk dekorasi dan properti.
Hal-hal ini yang utamanya bagi Wayan ‘Kun’ Adnyana akan mengembalikan PKB menjadi ruang bersuka cita bagi masyarakat Bali.
Mengusung tema ‘Bayu Pramana’, pada hari pertama dimulainya PKB ini, tidak hanya pawai, namun ada juga pembukaan malam di panggung terbuka Ardha Chandra.
Acara yang terjadwal pukul 20.00 WITA itu dimulai 5 menit lebih awal. Berlangsung semarak dan padat penonton. Adapun pentas yang ditampilkan yakni oratorium berjudul ‘Bali Padma Bhuana’ yang dipersembakan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Fragmen sendratari yang mengisahkan Raja Dalem Waturenggong yang memimpin Bali di abad ke-16, dengan upaya-upayanya untuk menjaga kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya.
Antara lain, dengan melaksanakan upacara Nangluk Merana dan Eka Dasa Rudra serta meneladani kearifan raja-raja sebelumnya. “Bayu bukan hanya dijadikan tenaga dan angin, jadi ceritanya jangan melulu tentang angin. Bayu itu sangat universal, bisa diterjemahkan dalam berbagai bidang,” ujar rektor ISI Denpasar, I Gede Arya Sugiartha.
Baginya, Bayu dapat pula berarti tenaga dalam menjalankan ritual, juga berkaitan tentang segala energi yang dikeluarkan dalam menari dan menabuh. Hal ini tentunya terkait dengan kepemimpinan yang harus dapat mengendalikan bayu sehingga segala energi yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik.
Hadir pula dalam pembukaan tersebut, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Sekda Dewa Made Indra, Ketua DPRD Nyoman Adi Wiryatama serta undangan para sulinggih, pemuka agama, konsulat negara sahabat, tokoh masyarakat dan masyarakat yang menonton.
Terkait persiapan, Deta Martha, seorang penari sekaligus mahasiswa ISI Denpasar menuturkan,,eksekusi konsep memakan waktu hingga tiga minggu. Mahasiswa yang terlibat terdiri dari mahasiswa seni karawitan, seni musik, seni tari, hingga seni pendalangan. “Jadi kita selain pembukaan ini kita juga terlibat dalam pawai. Latihannya pun berbarengan, misalnya, dari jam 6 pagi sampai jam 9 pagi, lalu disambung dari jam 10 pagi hingga jam 3 sore,” ungkap Deta.
Di sisi lain, sebelum dimulainya oratorium, ada pula penampilan Tabuh Semara Pegulingan di Kalangan Madya Mandala oleh SMKN 4 Bangli. Adapun tabuh ini terus melantun mulai dai pukul 18.00 WITA hingga dimulainya oratorium. “Untuk tabuh semar pagulingan ini sebenarnya menjadi pentas dalam rangka menunggu tampilnya pembukaan di Ardha Chandra,” tutur Putu Dedi Puspantara selaku koordinator.
Meski siswa-siswa SMKN 4 Bangli juga terlibat pawai, hal ini tak melunturkan semangat untuk mencurahkan geliat seni di PKB. “Tidak lelah, justru kami sangat bersemangat,” ujar Dedi seraya tersenyum. (rls*/kb)