DenpasarSeni Budaya

Janger Buleleng Persembahkan Kisah Romansa Jaya Prana dan Layon Sari

    DENPASAR, kilasbali.com “Kami sendiri tidak kaku, memang agak melenceng dari kriteria tapi dengan ini anak-anak muda dan penonton tergugah keinginannya untuk menarikan maupun menonton Janger,” tutur Penata tari Janger Buleleng, Kadek Sefyan Artawan yang berkutat dengan saputnya saat ditemui Jumat malam (28/6/2091).

    Sementara penari Janger dari Buleleng lainnya tampak bersiap-siap di belakang panggung untuk tampil di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar. Mereka mengisi acara di Pesta Kesenin Bali (PKB).

    Menurut pandangan Sefyan, agar generasi milenial tergugah mempelajari Janger Klasik tak selamanya harus kaku. Meski telah diperingatkan Tim Pembina Janger dari Provinsi, namun Sefyan tetap membina dengan garapan Janger Klasik yang kaya akan kreasi dan inovasi.

    “Kami mengemas dengan lebih inovatif agar anak-anak penampil enjoy dan supaya penonton tidak mengantuk,” terang Sefyan sedikit bergurau.

    Baca Juga:  MR.DIY Kini Hadir di Kerobokan - Badung

    Inovasi yang dilakukan Sefyan selaku penata tari dan Gusti Ngurah Darma Putra selaku penata tabuh yakni terdapat empat aspek. Aspek pertama terletak pada gending yang digunakan dengan menambahkan unsur instrumen pop Bali.

    “Selain gending, pada dialog, koreografi, dan guyonannya juga kami inovasikan,” jelas Sefyan.

    Janger melampahan yang dibawakan seniman muda Sanggar Seni Manik Uttara, Desa Panarukan, Buleleng ini membawakan kisah romansa khas Buleleng yakni Jaya Prana dan Layon Sari. Dengan judul Patemon Tresna Jayaprana Layon Sari, janger ini menghadirkan porsi yang pas antara romansa dan guyonan tanpa menghilangkan pakem dalam Janger.

    Baca Juga:  ASN Se-Bali Diminta Jaga Netralitas Pemilu

    Pakem khas dari Janger seperti Pepeson, pengawit, tetamburan, maaras-arasan dan penyecek tetap dipertahankan sehingga unsur Janger Klasik itu masih ada. Keberhasilan lainnya adalah sang penggarap Janger dari Bali utara ini memiliki pemahaman yang baik terhadap Janger melampahan.

    “Dalam pemahaman saya, Janger melampahan itu baik janger dan kecaknya-lah yang memerankan lakon dalam cerita, bukan mengundang lagi penari di luar janger,” ungkap Sefyan.

    Melibatkan 18 penabuh serta 20 penari putra dan putri janger ini benar-benar menghibur penonton. Para penampil juga terlihat menikmati peran yang mereka bawakan. Adu rayu antara penari putra (kecak) dan putri (janger) dengan menggunakan dialek khas Buleleng, membuat penonton kian terhibur.

    Baca Juga:  ‘Police Go to School’ Cegah dan Deteksi ‘Bullying’ di SD

    Komposisi gerak para penari benar-benar mencerminkan latar yang dimaksud, seperti saat Jaya Prana dan Layon Sari berada di istana, dengan sigap penari lainnya membentuk formasi layaknya singgasana.

    “Garapan ini luar biasa, benar-benar menghibur meski melenceng dari ketentuan, dimana mereka menyajikan janger inovasi, tapi tetap kalau ini terus dilatih potensinya besar sekali,” papar I Komang Sudirga kagum.

    Sudirga yang menjadi salah satu Tim Pembina dan Pengamat Janger Klasik mengungkapkan bahwa sebuah keberlanjutan dari parade janger ini sangatlah dibutuhkan guna merangsang minat generasi milenial melestarikan tari. (kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi