GianyarSeni Budaya

Ni Made Jujul yang “Pahlawan Budaya” yang Meninggal di Paris tahun 1975

GIANYAR, Kilasbali.com – Ni Made Jujul, nama ini mungkin mulai memudar seiring pergantian waktu. Di Tahun 1975 silam, nama Jujul terus mewarnai setiap perbincangan masyarakat Bali. Di mana pelakon Dewi Sita dalam pementasan Wayang Wong Desa Adat Telepud, Sebatu, Tegalalang ini meninggal di Faris, saat menjalankan misi kebudayaan sebagai duta Indonesia.

Melawan lupa atas gurat kepehlawanannya, para generasi Wayang Wong Telepud menggelar acara mengenang sang pahlawan, Minggu (02/02/2020) sore.

Dalam acara yang sederhana, bertempat di Setra Adat Setempat, suasana berlangsung khidmat. Diawali dengan doa bersama, paparan kenangan sang pahlawan dan penampilan adegan singkat Tarian Rama Sita.

Di mana penari Dewi Sita ini adalah adik sang pahlawan, yakni Ni Made Listiawati. Puncak sekaligus akhir kegiatan berupa tabur bunga di tugu menara efel kecil yang dibangun di areal kuburan 45 tahun silam.

Baca Juga:  Gegara Ini Dilakukan Pemungutan Suara Ulang di TPS 1 Gianyar

“Meski sederhana, kami sebagai generasi kesenian wayang wong Telepud wajib bertongkat pada semangat sang pahlawan. Kami pun bertekad unntuk terus melatarina lwsian klasik ini,” ungkap tokoh wayang Wong Telepud saat ini, Jero Mangku Pande Rehajeng.

45 tahun berlalu, Mangku Rahajeng mengakui jika sejak dulu ada dua versi yang berkembang di masyarakat tentang kematian Sang pahlawan. Karena itupula, dirinya mencoba menggali kronologis kematian Jujul dari keterangan suami, ipar dan seluruh seniman yang terlibat yang saat ini masih hidup.

“Dari dulu sudah ada “hoak”, versi lain menyebut jika Jujul tidak meninggal dan yang diaben hanya peti kosong. Sementara Jujul disebutkan masih hidup dan tinggal di Faris,” terangnya geleng-geleng.

Kronologis sebenarnya, dari cerita saksi mata saat itu , Jujul yang saat itu baru berumur 20 tahuan ambil bagian dalam misi kesenian Indonesia. Yakni keliling Eropa bersama sekaa wayang wong “Dewa Kesola Rata” Telepud. Dimana Jujul memerankan Dewi Sita.

Baca Juga:  Alibaba Jajaki Kerjasama Transformasi Digital di Bali

“Menjadi duta kesenian tahun itu cukup ketat dan harus menjalani beberapa seleksi dari kokar dan dipantau Gubernur Bali Ida Bagus Mantra secara langsung,” terang Mangku Rahajeng.

Hingga akhirnya, Wayang Wong Telepud lolos dan diberangkatkan ke Eropa dalam Festival Ramayana International tahuan 1975. Selama 3 bulan pementasan berkeliling eropa seperti Francis, Belanda. Swis, Menako, Yunani, Fortugal dan lainnya kecuali Ingris. Namun sayang di minggu pertama lawatannya di Faris, Jujul yang diduga kelelahan ambruk dan pingsan diatas panggung.

“Beliau sempat menjalani perawatan beberapa hari hingga akhirnya meninggal di Faris. Saat itu beliau baru punya seorang putra yang masih balita berumur satu tahun,” terangnya lagi.

Oleh pemerintah Francis, Jenasah almarhum dikirim ke Bali dalam peti. Untuk menghindari resiko jika ada penyakit tertentu, dianjurkan agar jenasah almarhum dikremasi langsung dengan petinya.

Baca Juga:  Spesialis Curi Motor, Tersangka Asal Tabanan Ini Ditangkap Buser

“Mungkin karena peti tidak dibuka timbul berbagai persepsi. Padahal saat dimasukan ke peti mati, Suami, ipar almarhum dan semua sekaa yang ikut rombongan melihat langsung. Jadi ini perlu kami luruskan,” tegas seniman serba bisa ini.

Melalui acara ini, tidaknhanya sekedar mengenang sosok Ni Made Jujul. Mangku Rahajeng juga berharap agar semangat Jujul tetap langgeng menjadi cerminan. Setidaknya komitmen seniman di Telepud untuk melestarikan kesenian klasik, khususnya wayang wong tetap beregenerasi. “Sosok Jujul ini adalah pannutan dan inspirasi kami sebagai masyarakat seniman di Telepud,” pungkasnya. (ina/kb)

Back to top button

Berita ini dilindungi