Denpasar

Gubernur Koster Setujui MPR Jadi Lembaga Tertinggi, Tapi Presiden Tetap Dipilih Rakyat

DENPASAR, Kilasbali.com – Gubernur Bali Wayan Koster menerima kunjungan Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan di Ruang Tamu Gubernur Bali, Denpasar pada Jumat (14/2/2020). Gubernur Bali mengatakan, secara prinsip mendukung adanya amandemen UU 1945.

Namun dilakukan hanya terbatas pada GBHN saja. “Setuju jika MPR kembali dijadikan lembaga tertinggi negara tetapi bukan berarti presiden dipilih MPR, Presiden tetap dipilih rakyat secara langsung,” tegasnya.

Menurutnya Majelis Permusyawaratan Rakyat, merupakan muara terakhir dalam menyelesaikan masalah politik nasional. “Harus ada evaluasi mendalam terhadap lembaga-lembaga tinggi negara lain, sperti DPD dan sebagainya. Agar betul-betul membawa kepentingan daerah Ini momen yang tetap untuk melakukan amandemen 1945 khususnya untuk memasukkan GBHN ke UUD 1945 dengan menempatkan secara proporsional fungsi DPR sebagai lembaga tertinggi negara,” ujarnya.

Dikatakannya, perlu ada rute besar pembangunan nasional yang antara lain dituangkan dalam GBHN tersebut. Rute pembangunan nasional ini juga harus dipilah dengan baik, ada yang diwajibkan untuk seluruh daerah seperti contohnya pangan, infrastruktur dan kebutuhan pokok lain.

Baca Juga:  Monitoring PWA di Tanah Lot, Kadis Pariwisata Tjok Bagus: 90 Persen Sudah Dibayarkan Sebelum ke Bali

“GBHN yang dijalankan hendaknya memenuhi kebutuhan fundamental rakyat. Namun potensi dan kearifan lokal yang ada di tiap daerah juga harus diperhatikan dan diberikan ruang pembangunannya masing-masing. Contohnya, Bali tidak tepat melakukan pembangunan di sector mineral dan energy, karena Bali tidak punya itu. Bali memiliki budaya dan pariwisata sebagai potensi lokalnya yang patut dikedepankan,” bebernya.

Baca Juga:  Bali Calon Tuan Rumah Memory of the World Programme 2026

NKRI, kata dia, bukan berarti seluruh republik harus sama, karena tiap daerah punya karakteristik yang berbeda. “Namun demikian, pemerintah pusat wajib memberikan guidance, ada pola pembangunan yang diikuti daerah katrena berdemokrasi di Indonesia bukan berarti ‘melepas’ semuanya ke daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, Syariefuddin Hasan menyatakan bahwa sekarang momen yang tepat untuk amandemen UU D45, melakukan amandemen dan memasukkan beberapa poin. “Sudah dibentuk badan kajian ketatanegaraan untuk membahas hal tersebut, plus memberikan ruang seluasnya untuk pendapat dan aspirasi. Kita turun ke masyarakat untuk mendapatkan aspirasi dan pendapat. Aparat tingkat Pemda bisa jadi pemberi pendapat yang obyektif apalagi bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat, pun demikian dengan kalangan akademisi,” pungkasnya. (rls/kb)

Back to top button

Berita ini dilindungi