GIANYAR, Kilasbali.com – Pengrajin batu bata di Tulikup Gianyar menjerit mengeluhkan penjualan yang lesu. Padahal stok mereka sangat banyak. Lantaran sepinya permintaan, para pengrajin mempertanyakan proyek- proyek pemerintah yang tidak ada memanfaatkan batu bata Tulikup, dan cenderung memilih material dari luar daerah.
Salah seorang pengrajin bata Tulikup I Nyoman Sukara, Senin (21/2) mengatakan, pemerintah kini sedang gencar-gencarnya membangun. Namun sayang, sama sekali tidak ada yang menggunakan bata Tulikup.
“Stok bata kami sangat banyak, bahkan sampai ada yang lumutan karena tidak ada yang beli,” ujar Sukara yang juga Bendesa Tulikup Kelod ini.
Disebutkan, selama pandemi ini, banyak warga Tulikup yang kehilangan pekerjaan dan beralih menjadi pengrajin batu bata.
Karena semakin banyak yang beralih menjadi pengrajin bata, maka stok barang semakin banyak dan menumpuk. Sedangkan penjualan sangat minim.
“Pembangunan gencar, tapi tidak gunakan bahan lokal. Bagaimana dikatakan ikut memberdayakan produk lokal, kalau material yang digunakan justru dari daerah lain,” keluhnya.
Senada itu, pengrajin bata lainnya, I Gusti Ngurah Winata menyayangkan tudingan bahwa bata Tulikup cepat hancur. Padahal selama ini justru batu bata Tulikup dikenal karena kualitasnya.
“Isu ini hanya untuk membuat pengrajin batu bata di desa kami, kalah di pasaran,” terangnya.
Perbekel Tulikup, I Made Ardika, mengharapkan kepada gubernur dan bupati untuk mengimbau menggunakan bata Tulikup, terutama untuk proyek pemerintah.
Secara ekonomi, warganya sangat terdampak, karena yang mulai menggunakan material lain. Padahal bata Tulikup untuk bangunan Bali mempunyai nilai magis. “Saya harapkan pemerintah supaya tergugah, dengan kondisi masyarakat Tulikup 65 persen merupakan pengrajin batu bata,” harapnya.
Menyikapi kondisi ini, Ketua DPRD Gianyar, I Wayan Tagel Winarta juga menyampaikan keprihatinannya. Dia berharap, pemerintah maupun masyarakat umum agar menggunakan bata Tulikup, terutama untuk bangunan stil Bali. “Jangan ragu lagi, kalau proses pemasangannya benar, pasti tidak akan menawanan. Apalagi sekarang kualitasnya jauh lebih baik dari sebelumnya,” tegasnya.
Diungkapkannya, batu bata Tulikup yang dikenal karena kualitasnya kini malah terus meningkatkan kualitas produksinya. Dari proses tanah sampai bisa dicetak itu memerlukan waktu 3-4 hari. Setelah dicetak, lalu dijemur 1 bulan dan selanjutnya dilakukan pembakaran 3 hari 3 malam. Karena pembakaran menggunakan kayu bakar, sehingga harus ditunggu.
“Karena prosesnya itu, saya yakin kualitas bata Tulikup sangat bagus, terutama untuk pembangunan kantor dan rumah tinggal yang menggunakan ornamen Bali, apalagi untuk pembangunan tempat suci,” jelasnya.
Ajak Tagel Winarta, mari gunakan kembali bata Tulikup yang sudah terkenal hingga ke mancanegara, untuk pembangunan yang menggunakan ornamen Bali. “Bangunan akan kelihatan lebih kokoh dan juga metaksu,” tandasnya. (ina/kb)