TABANAN, Kilasbali.com – Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) tahun 2022 di Kabupaten Tabanan membengkak. Yakni dari Rp40 miliar, membengkak menjadi Rp70 miliar.
Ternyata, membengkaknya piutang pajak ini disebabkan oleh masih belum terorganisirnya pola registrasi pajak di Bumi Lumbung Beras Bali ini.
Ketua Komisi I DPRD Tabanan Putu Eka Nurcahyadi menyebutkan membengkaknya piutang pajak ini juga tidak terlepas dari masih banyaknya jumlah masyarakat yang belum melapor ke instansi terkait.
“Terkait dengan SPPT ini, kami lihat masih banyak masyarakat yang masih terlibat piutang, namun tidak menjadi pemilik objek pajak tersebut. Jika tidak dilakukan evaluasi kami takutkan akan menjadi piutang abadi yang dibebankan kepada masyarakat,” tuturnya di Tabanan, Rabu (20/7).
Terkait piutang ini, Eka menyebutkan masyarakat Tabanan bukannya tidak mau membayar pajak, namun sistem yang dimiliki oleh Pemkab Tabanan terkait integritas pajak ini belum tertata dengan baik, sehingga masih banyak maayarakat yang tercatat sebagai pemilik objek pajak, padahal objek pajaknya sudah terjual, beralih kepada orang lain.
Untuk itu, Eka Nurcahyadi mendorong agar dilakukan inovasi untuk menyelesaikan persoalan ini. Terkait piutang PBB sejak tahun 2017, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Tabanan sejatinya sudah turun langsung ke desa-desa di tiap kecamatan untuk melakukan kroscek SPPT.
“Ternyata setelah dicek ada yang betul belum membayar karena kondisi. Tapi ada juga yng sudah beralih namun SPT-nya belum beralih dn ini berlangsung selama bertahun-tahun. Ini artinya, siatem di PTLS tidak bisa bekerja secara otomatis melakukan pergantian nama di SPT,” urainya.
Terkait kondisi ini, Eka Nurcahyadi pun meminta agar bisa segera bekerja sama dengan desa, perangkat desa untuk mengecek kembali turun memastikan dan harus ada mekanisme kerja sama dengan Bakeuda, BPN dan notaris. Minimal ke depannya penyertifikatan tanah diikuti langsung oleh sistem pergantian SPPT. (m/kb)