GIANYAR, Kilasbali.com – Bertahun-tahun di plat beton serta berisi jeruji besi di saluran utama, saluran irigasi di persimpangan air (tembuku) di Pelinggih Kaja Kauh, Desa Suwat, Gianyar. Di Pusat pembagian air menuju Subak Suwat dan Subak Siangan, hampir setiap hari tersumbat.
Bahkan di saat musim hujan kondisi tambah parah, karena air meluap merusak lahan warga. Tak hanya itu, dua palinggih juga ikut terendam dan terancam dirobohkan sumbatan kayu dan sampat yang dihanyutkan luapan air.
Dari keterangan salah seorang warga pemilik lahan di lokasi tersebut, I Nyoman Astana mengungkapkan, luapan air irigasi di tembuku setempat hampir terjadi setiap hari. Sekalipun tidak hujan, dahan atau ranting kayu yang hanyut pasti nyangkut di jeruji besi bawah pakat sehingga air meluap.
Kondisi terparahnya di saat musim hujan, luapan air sangat tinggi sehingga merusak lahan di sekitarnya. Bahkan jalan subak pun ikut terkeruk. “Saya terpaksa membuat pondasi sementara serta menahan luapan air dengan tumpukan karung tanah,” ungkapnya, Kamis (13/10).
Keluhan yang sama juga disampaikan Pande Wijaya dan Jero Mangku Pura Salahin yang memiliki lahan di areal itu. Warga ini mengaku sudah lama mengeluhkan luapan air yang merusak lahannya. Mereka pun mengerti dengan maksud penutupan tembuku dengan dak beton tersebut.
Diduga dulunya plat itu dibangun dengan tujuan agar petani tidak rebutan air. Namun justru kini menjadi penghambat aliran air. “Plat beton ini malah sudah dilobangi para petani. Karena kerap ada sumbatan di bawah plat yang tidak bisa bersihkan. Karena plat beton ini dibangun oleh pemerintah tidak ada yang berani membongkarnya. Terlebih juga, betonnya sangat tebal,” terangnya.
Ironisnya, disaat air sering meluber, aliran air ke arah subak Suwat dan Subak Siangan justru seret. Di musim bajak dan tanam, malah aksi saling sumbat saluran antar petani tidak terhindarkan. Petani pun harus berjaga bergilir hingga tengah malam di tembuku ini untuk memastikan ada air yang mengalir.
Menghindari kerusakan lahan yang lebih parah serta menghindari robohnya pelinggih yang ada, pihaknya sudah sempat berkoordinasi dengan Pihak Dinas Pertanian serta PUPR. Bahkan petugas dari Dinas Pertanian sudah pernah dicek ke lokasi dan disebutkan jika irigasi setempat adalah saluran utama yang koordinasi ke Dinas PUPR. Namun setelah dikoordinasikan ke PUPR Gianyar menyebutkan sudah ditindaklanjuti.
“Dari keterangan PUPR disebutkan masih menunggu kesepakatan dari pekaseh. Katanya sudah koordinasi ke Balai Sungai Bali Penida yang mewilayahi saluran tersebut,” ujarnya.
Hanya saja, setahun lebih sejak pelaporan itu, hingga kini tidak ada tindak lanjutnya. Pihaknya pun berharap pemerintah mengevaluasi bangunan tembuku tersebut. Karena tidak hanya lantara plat beton, mulut pembuangan air juga sangat sempit sehingga saluran pembagi air tidak berfungsi.
“Saat airnya meluap, malah minim mengalir ke saluran pembagi. Karena air terbendung dinding yang tinggi pula. Masak nunggu bencana untuk mendatangkan petugas untuk memperbaiki tembuku ini,” sesalnya. (ina/kb)