Kampanye Percepatan Penurunan Stunting BKKBN Bali

SINGARAJA, Kilasbali.com – Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di tingkat kabupaten/kota, program kemitraan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan Komisi IX DPR RI terus berlanjut. Kali ini, kampanye itu berlangsung di Desa Umajero, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, di Balai Desa Umajero, Minggu (16/10).
Pj Bupati Buleleng diwakili Kepala Dinas Kesehatan dr. Sucipto mengajak seluruh elemen masyarakat, tokoh, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mitra pembangunan untuk bekerja keras, berkolaborasi, gotong royong mencapai tujuan pemerintah mengingat sisa waktu tinggal dua tahun lagi.
“Masa depan kita tergantung pada aksi dan lagkah kolaboratif di masa kini. Anak-anak bangsa adalah aset. Sekarang kita merawat mereka, nanti mereka yang merawat kita, merawat negara ini yang kita cintai,” Sucipto.
Seperti diketahui, penurunan stunting di Bali utara itu cukup baik, dari tahun 2019 di angka 22 persen kemudian ditahun 2021 diangka 8,9 persen.
Gede Adis, Perbekel Umajero mengaku di wilayahnya tidak ada balita yang terindikasi stunting. Namun upaya pencegahan dini sangat penting dilakukan karena ada 49 bayi dan puluhan ibu hamil yang harus diedukasi secara berkala.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Advokasi dan Hubungan Antarlembaga BKKBN Wahidah Paheng menyebut, percepatan penurunan stunting adalah program prioritas nasional, terbukti dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) 72/2021.
Wahidah menambahkan, Bali merupakan provinsi dengan prevalensi stunting terendah, namun di 12 provinsi lainnya angkanya sangat mengkhawatirkan. “Jadi pemerintah tidak bisa kerja sendiri. Perlu kolaborasi semua pihak,” katanya.
BKKBN, kata Wahidah, yang ditunjuk sebagai koordinator program besar ini tidak hentinya menyarankan kepada pasangan calon pengantin untuk memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Pun demikain peran Tim Pendamping Keluarga sangat diharapkan menjadi ujung tombak mencapai target pemerintah.
Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana, yang notabene mitra kerja BKKBN menambahkan, Bali tidak boleh lengah meski prevalensi jauh di bawah nasional yakni 10,9 persen. Justru angka ini wajib ditekan lagi hingga dua persen atau kalau bisa zero.
“Kenapa bila perlu harus zero? Karena Bali sangat tergantung dari sektor pariwisata. Kalau banyak penduduk yang stunting, bisa-bisa wisatawan mancanegara takut datang. Karena itu isu kesehatan,” pesan Kariyasa.
Kariyasa yang putra Buleleng ini menegaskan, Tuhan menganugerahkan sumber pangan yang melimpah bagi Indonesia dan Bali khususnya. Sehingga, menurutnya, tidak ada alasan untuk tidak bisa menurunkan stunting.
“Ini sebenarnya lebih ke soal pola asuh. Kalau makanan kita nggak kurang. Pengen sayur sudah ada. Pengen ayam tinggal ambil, telor ikan semua ada,” katanya.
Kampanye diawali dengan paparan materi dari Kepala Perwakilan BKKBN Bali dr. Luh Gede Sukardiasih., M.For., MARS tentang edukasi membentuk keluarga berkualitas. Ia menargetkan prevalensi stunting di Bali 6 persen di tahun 2024 yang saat ini masih 10,9 persen berdasarkan Survei Status Gisi Indonesia. (jus/kb)