Hari Arak Bali Hidupkan Tradisi Budaya

DENPASAR, Kilasbali.com – Penetapan tanggal 29 Januari di Bali sebagai Hari Arak Bali yang digagas oleh Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022 mendapatkan respon positif dari akademisi, PHDI, hingga yowana.
Karena peringatan Hari Arak Bali memiliki manfaat positif, yakni untuk menghidupkan kembali tradisi budaya Bali yang diwariskan oleh leluhur. Untuk itu, para Akademisi sampai Yowana mengajak agar tidak memplesetkan pemaknaan Hari Arak Bali ke arah yang tidak baik.
Ahli Farmasi Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt, M.Si., menyampaikan, Hari Arak Bali yang diperingati setiap setahun sekali adalah gagasan yang tepat dari Gubernur Bali, Wayan Koster.
Menurutnya, arak Bali sebagai warisan budaya Bali dengan memiliki kemahiran kerajinan tradisional. Arak Bali terus dilibatkan dalam kegiatan budaya, seperti dimanfaatkan sebagai sarana upakara atau dipersembahkan sebagai tetabuhan untuk Bhuta Kala, yang direpresentasikan sebagai kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terukur dan tak terbantahkan dan digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan seperti wujud raksasa.
Minuman arak Bali adalah minuman warisan leluhur yang dihasilkan melalui kemahiran kerajinan tradisional dengan menghasilkan cita rasa yang enak bersumber dari alam. Yakni pohon kelapa, pohon enau, dan pohon ental. Untuk menghasilkan arak, minuman ini dimatangkan melalui cara destilasi sebanyak dua kali.
“Nah, jadi Hari Arak Bali ini merupakan langkah untuk memperingati kembali bagaimana leluhur Bali telah membangun tradisi budaya yang kini menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia,” kata Prof. Gelgel seperti dikutip dalam siaran pers pada Selasa (24/1).
Untuk itu, dia menegaskan agar Hari Arak Bali tidak diplesetkan sebagai peringatan hari mabuk-mabukan. Tetapi Hari Arak Bali dilaksanakan untuk memperingati warisan leluhur Bali.
Lebih lanjut menjelaskan, arak Bali bisa menjadi Dewa Ye, Bhuta Ye, yang artinya bahwa Arak akan bersifat sebagai Dewa ketika Arak Bali ini dipakai pada dosis yang benar, begitu juga ketika minuman ini dikonsumsi secara berlebihan maka akan menjadi Bhuta.
“Kalau kita memanfaatkan arak Bali pada takaran yang tepat akan memberikan manfaat positif. Nah sekarang yang salah siapa, arak-nya yang salah atau yang menafsirkan arak dengan berlebihan ini yang salah. Untuk itu, saya mengajak semua masyarakat untuk memanfaatkan Arak Bali dengan takaran yang tepat, dan jangan salahkan ciptaan Tuhan yang diwujudkan berupa Arak ini,” tegasnya.
PHDI Bali melalui Nyoman Kenak menilai, Gubernur Koster telah menata pemanfaatan minuman tradisional arak Bali dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali dan untuk mengenangkan pengundangan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 ini dibuatlah peringatan Hari Arak Bali pada tanggal 29 Januari.
Seperti yang ditegaskan oleh Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora bahwa Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 ini diterbitkan untuk melindungi, memelihara, mengembangkan, dan memanfaatkan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang meliputi Tuak Bali, Brem Bali, dan Arak Bali yang secara fungsi untuk Upacara Keagamaan. Utamanya dalam mendukung pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan dengan berbasis budaya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Sebagai lembaga keagamaan Umat Hindu, di mana secara ritual arak Bali digunakan sebagai salah satu sarana ritual. Secara fakta, memang ada juga masyarakat Bali yang mengkonsumsi arak Bali dalam batas-batas tertentu yang tidak merusak kesehatan dan memang dibolehkan secara turun temurun. Seperti yang tertuang dalam tutur Panca Wanara Konyer, salah satunya menyebut dampak dari minum beralkohol akan berdampak Eka Padmasari yang artinya minum satu sloki/gelas, bisa menyegarkan tubuh dan Dwi Angemertani yang artinya meminum dua gelas atau dua sloki akan membangkitkan semangat.
“Jadi ini makna positif yang saya tangkap dari manfaat arak Bali, namun demikian kami di PHDI dan siapapun pemimpin yang lain berkewajiban mengingatkan pentingnya mengontrol konsumsi, peredaran, maupun kualitas produksi yang mesti dijaga agar tidak sampai memberi dampak negatif, dan hal itu sudah dijawab dengan hadirnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali,” kata Kenak.
Akademisi UNHI Denpasar, I Kadek Satria menilai peringatan Hari Arak Bali memang secara positif untuk menguatkan perekonomian lokal Bali yang bersumber dari hasil bumi. Kemudian secara keagamaan Hindu, Hari Arak Bali harus dijadikan momentum untuk mengedukasi, karena dalam ajaran Agama Hindu Arak Bali digunakan sebagai sarana ritual, dan memang benar juga ada ajaran agama yang melarang untuk mabuk, apabila si peminum ini mengkonsumsi minuman beralkohol dengan volume yang berlebihan.
Namun begitu juga sebaliknya, apabila arak Bali dikonsumsi dengan kadar yang sewajarnya akan menjadi baik dan menyehatkan. Sehingga, tujuan dari adanya Hari Arak Bali sejatinya untuk menjadi penguat perekonomian masyarakat kecil yang berdampak positif.
Sedangkan, Yowana MDA Kabupaten Karangasem melalui Petajuh, I Made Arda Oka dengan tegas menyatakan nada setuju atas gagasan baik Gubernur Wayan Koster yang mengeluarkan Keputusan Hari Arak Bali.
Kata dia, bahwa Gubernur Bali menyelenggarakan Hari Arak Bali memiliki tujuan. Yakni, pertama untuk mengenangkan pengundangan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali sebagai tonggak perubahan status yang mengangkat keberadaan, nilai, dan harkat Arak Bali.
Tujuan kedua, mengajak seluruh Masyarakat Bali, Pemerintah Daerah di Bali dan Pelaku Usaha menjadikan tanggal 29 Januari sebagai hari kesadaran kolektif Masyarakat Bali terhadap keberadaan, nilai, dan harkat Arak Bali. Tujuan Ketiga, melindungi dan memelihara arak Bali sesuai dengan nilai-nilai budaya, serta memberdayakan, memasarkan, dan memanfaatkan arak Bali sebagai ekonomi rakyat secara berkelanjutan.
Tujuan keempat, menghimbau seluruh Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pelaku Usaha agar menghindarkan pemanfaatan Arak Bali untuk kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai esensial Arak Bali dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
“Jadi itu tujuan bagaimana Gubernur Bali kita sangat berani dan cerdas mengangkat warisan budaya Bali yang memiliki kekuatan ekonomi untuk digelorakan secara positif melalui penyelenggaraan Hari Arak Bali. Karena tujuannya positif, maka Hari Arak Bali jangan diplesetkan ke arah yang tidak benar, itu sangat tidak masuk akal,” tegasnya. (m/kb)