Gianyar

Jalani Tradisi, Prebekel ini Tak Menyangka Jadi Paralegal

    GIANYAR, Kilasbali.com – Perbekel menjadi paralegal rupanya tidak saja awam bagi masyarakat umum. Sebagian dari enam perbekel yang dinobatkan pun baru memahami sandangannya. Meski awam secara definisi, nyatanya dalam prakteknya peranan mediator untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul sudah dijalani bertahun-tahun.

    Dari pengakuan para prebekel ini pun terbilang unik. Karena dalam menyelesaikan setiap permasalahan, pendekatan tradisi yang diutamakan. Mereka pun bersyukur, di tingkat desa yang warga juga menjadi krama desa adat cenderung menghormati aturan adat.

    Aparatur adat pun bergerak aktif mulai dari peranan Kelian Adat yang kerap menjadi ujung tombak dalam penanganan masalah. Sementara dari jenis masalah, masih linier dengan perkara yang masuk di Pengadilan. Yakni masalah perselingkuhan hingga rencana perceraian serta  prahara rumah tangga lainnya.

    Ditemui Selasa (6/6) saat paralegal ini berkumpul di Desa Sidan,  Perbekel Sidan I Made Sukra Suyasa menyebutkan, menangani permasalahan dengan orientasi penyelesaian secara kekeluargaan memang sudah mentradisi di desanya. Memulai jabatannya di tahun 2013 silam, malah dirinya sudah disambut dengan permasalahan perselingkuhan.

    Baca Juga:  Pemkab Tabanan Gandeng Bulog, Siapkan 32 Ton untuk Operasi Pasar

    Syukurnya dengan upaya kekeluargaan yang juga mempertimbangkan aspek sosiologis, akhirnya para pihak memilih jalan damai. Hal yang sama juga diterapkannya dalam masalah pidana seperti penganiayaan ringan hingga konflik batas pekarangan. “Sebagai penengah kita wajib di tengah dan memberikan pertimbangan dampaknya jika para pihak menempuh upaya hukum,” ujarnya.

    Beda halnya dengan Perbekel Kedisan Dewa Ketut Raka yang berhasil meraih ASDJ (Anubhawa Sasana Desa Jagaddhita). Dirinya dengan jujur mengakui jika baru memahami arti paralegal saat menyandangnya.

    Namun, dalam prakteknya, upaya penyelesaian secara kekeluargaan ini sudah mentradisi dengan tingkatan aturan adat yang ada. “Syukurnya kami punya kelian banjar yang dari permasalahan muncul sudah melakukan langkah antisipasi,” ujarnya.

    Baca Juga:  Potong Ekor Babi Menyakiti Ternak tanpa Manfaat

    Masalah sedikit berat, dihadapi oleh Perbekel Lebih I Wayan Agus Muliana.  Selain didominasi oleh kasus rencana  perceraian dan perselingkuhan,  kasus perburuhan yang melibatkan  belasan warganya yang di-PHK oleh pihak Hotel berbintang sempat menuai sorotan publik.

    Entah apa resepnya, dalam berulang kali mediasi para pihak akhirnya berdamai dengan sejumlah solusi yang disepakati. Alhasil, Agus berhasil meraih NLP (Non Litigasi Paralegal).

    Sementara di Desa Temesi, saat kepemimpinan Perbekel I Ketut Branayoga, nyaris tak terlihat ada permasalahan. Hal ini pula menjadi sebuah prestasi, karena Ketut dan jajarannya aktif melakukan langkah-langkah antisipasi. “Iya, setiap ada potensi masalah, sejak dini kita ambil langkah antisipasi. Mungkin langkah kami ini dinilai efektif pula,” terangnya.

    Baca Juga:  Lewat Kolaborasi Lokal dan Internasional Perdana, Syrco BASÈ Gelar 'Collection I'

    Dengan sandangan paralegal ini, para perbekel ini tidak menutup kemungkinan dijadikan mediator dalam masalah hukum dan lainnya. Namun demikian, mereka enggan bertindak lebih jauh karena memilih fokus untuk pembangunan desa. “Meski jadi paralegal, kami sebagian besar awam hukum. Kami fokus di desa lah,” pungkas Perbekel Kedisan Dewa Ketut Raka diiyakan perbekel lainnya. (ina/kb)

     

    Back to top button

    Berita ini dilindungi