DenpasarSeni Budaya

Seniman NTT Ramaikan Panggung Pesta Kesenian Bali

    DENPASAR-Kesenian yang dibawa seniman Nusa Tenggara Timur ( NTT) di Panggung Pesta Kesenian Bali menggema, Senin (3/7/2023). Suara gamelan, gong, tambur, biola, okulele, dan nyanyian, mengalun merdu di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali.

    Beragam alat musik dan lantunan lagu tersebut mengiringi berbagai tarian tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipersembahkan Sanggar Seni Budaya Lopo Gaharu NTT, dalam rangka ikut memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) 2023.

    Diawali dengan tarian pembuka, disusul Tari Sora dan Tari Sesaji, kemudian ditutup Tari Rakat. Dipentaskan dengan gerakan energik dan ceria, tarian tersebut sarat kandungan nilai filosofi, dan menggambarkan kehidupan masyarakat NTT yang majemuk dan dinamis.

    Didukung cuaca cerah setelah tiga hari Bali diguyur hujan, penampilan Sanggar Pimpinan Siti Samiknah M. Usman tersebut mendapat sambutan hangat dari para apresiator PKB. Selama sejam lebih mengapresiasi tarian, para penonton tetap setia berada di tempat duduk masing-masing.

    Ada kandungan nilai penting yang digambarkan dalam Tari Sora, salah satunya hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan sesama. Bagi warga Lamalera, alam — dalam hal ini laut biru, adalah kebun luas, berkah kehidupan. Sora dalam bahasa Lamalera adalah panggilan untuk kerbau bertanduk gading yang dipercaya menjelma sebagai paus atau biasa disebut knato/koteklema. Sora merupakan berkah yang dikirim oleh Latahala dan leluhur bagi anak cucu mereka di Lamalera.

    Baca Juga:  Cetak Pemimpin Tangguh dan Berintegritas

    Dalam rangkaian upacara Ia Gerek, Tobu Name Fatta, Misa Arwah dan Misa Lefa, para pria atau lefa alep akan mengeluarkan perahu besar atau pledang praso untuk mengambil berkah yang dikirimkan oleh para leluhur. Selanjutnya, kembali dan merayakan Sere Moti bersama masyarakat, sebagai tanda dimulainya musim penangkapan ikan.

    Kemudian, para wanita atau peneta alep bertugas mengolah hasil laut, serta melakukan proses penetang atau barter. Penetang adalah buah dari janji antara masyarakat Lamalera dan masyarakat gunung untuk saling bertukar hasil laut dan hasil gunung. Penetang ini hingga sekarang masih bertahan sebagai salah satu pasar barter yang tersisa di dunia.

    Namun, sejak abad ke-6 hingga hari ini, masyarakat Lamalera tidak pernah menyebut diri sebagai pemburu Paus. Namun hanya mengambil berkah leluhur. Knato atau paus, bukan hanya milik mereka yang menangkapnya, tetapi juga milik semua, termasuk para janda dan anak yatim piatu hingga masyarakat yang berada di gunung. ‘’Sora taram bala, tala rewo rai tai’’ yang berarti, paus adalah raja yang memberi makan seluruh kampung, secara khusus para janda dan yatim piatu hingga orang yang berada di gunung.

    Baca Juga:  Hari Berkabung Nasional Wafatnya Wapres ke-9, Masyarakat Bali Diimbau Kibarkan Bendera Setengah Tiang

    Demikian juga Tari Sesaji yang digelar selanjutnya oleh Sanggar Seni Budaya Lopo Gaharu, NTT. Tarian Sesaji merupakan adaptasi dari berbagai prosesi seremonial adat yang terjadi dalam suku Lio Ende Flores. Dalam kebudayaan Lio, prosesi adat merupakan jembatan untuk membangun hubungan yang harmonis, antara mereka (para keturunan ) dengan jiwa leluhur (Embu Mamo) yang telah mendahului mereka dan sosok yang menjaga wilayah tertentu sebagai perlambang dari alam tempat mereka hidup.

    Prosesi memberi makan jiwa leluhur atau dalam bahasa Ende disebut ‘’pati ka ata mata’’, menjadi kesempatan untuk mengingat kembali prosesi adat yang dilakukan para leluhur dan juga menjadi kesempatan diwariskan bagi generasi selanjutnya. Sosok Ratu Konde, menjadi simbol yang melindungi wilayah Kelimutu, tempat persemayaman jiwa-jiwa yang telah meninggal serta mewakili perlambang hubungan antara manusia, alam dan jiwa para Leluhur. Dalam tarian ini, segala prosesi diiringi dengan tabuhan gong dan tambur, serta syair yang dilagukan tentang keagungan Tuhan dan segala alam ciptaannya.

    Baca Juga:  Satpol PP Bali Gencar Sosialisasikan Perda 9/2000

    Tak kalah menariknya adalah Tari Rakat, yang dibawakan penuh semangat. Tarian ini merupakan gabungan dari berbagai tarian khas etnis-etnis yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rakat sendiri merupakan istilah yang dipakai dalam menggambarkan masyarakat NTT. Walau berbeda-beda suku dan budaya, namun dalam satu nama yaitu Rakat. Tarian ini diiringi gong, tambur, biola, okulele dan nyanyian atau lantunan pengiring, ditarikan dengan gerakan yang energik dan ceria yang menggambarkan kehidupan masyarakat NTT yang majemuk dan dinamis.

    Ketua Sanggar Sanggar Seni Budaya Lopo Gaharu NTT, Siti Samiknah M. Usman menyampaikan, kesenian tradisi NTT beragam adanya, di antaranya Tari Sora, Tari Sesaji dan Tari Rakat. Minat generasi muda NTT melestarikan seni tradisi masih tinggi. Tampil dalam ajang PKB, diharapkan kesenian NTT makin dikenal luas. Kemudian, anggota sanggar yang mendapat kesempatan pentas dalam hajatan seni ini, diharapkan mendapat tambahan pengalaman dan inspirasi. (rl/kb)

    Back to top button