MANGUPURA, Kilasbali.com – Dikisahkan, Raja Surya Kencana jatuh sakit semenjak permaisurinya meninggal dunia. Rakyat berharap, putri penerus tahta kerajaan Diah Galuh Prawartirta menjadi pengganti tampuk pemerintahan. Mengingat sang putri yang memiliki kecerdasan prajaniti widya sesana dan kuat dalam danurdara kaprajuritan.
Namun ibu tirinya Prami Ghoro Isani bersiasat untuk mengangkat putri tunggalnya Galuh Ajeng Gorindradewi sebagai penerus tahta kerajaan Galuh Giri Salaka. Oleh karenanya, dia berkonspirasi dengan Prabhu Wilatadwarakara dari kerjaan Bentar Segara yang tiada lain musuh bebuyutan kerajaan Galuh Giri Salaka.
Untuk memuluskan perebutan kekuasaan, Prami Ghora Isani mengusir Rahaden Galuh Prawartirta dari Kerajaan.
Sementara itu, di Pasraman Patirtan Giri Wukir Tirtarum, Pangeran Hariwiryanatanu sudah menyelesaikan pendidikan keprajuritan dari Bhagawan Medhadyaksa yang menyarankan untuk merebut kembali kekuasaan Kerajaan Kertodyana Negara yang dirampas oleh Prabu Wilatadwarakara melalui kerajaan Galuh Giri Salaka.
Dalam perjalanan sang pangeran bertemu dengan kelompok begal Jagal Sonohara yang memalak para pelintas dengan membayar upeti setiap orang yang di daerah kekuasaannya. Perseteruan Pun terjadi. Dengan mudah sang pangeran menaklukkan kawanan begal.
Bahwa tujuan besar sang Pangeran adalah mau bertanding dengan Dewi Kerajaan Galuh yang menurut berita akan diboyong oleh Raja Bentar Segara.
Prabu Wilatadwarakala dari Kerajaan Njung Bentar Segara meyakini akan memboyong putri cantik Dyah Galuh Prawartirta yang termasyhur kecantikannya sebagai hadiah konspirasi persembahan Prameswari kerajaan Galuh.
Namun kenyataannya dia dirayu oleh Galuh Ajeng Gorindradewi yang oleh Ibunya diharapkan menjadi pendamping sang Prabu menduduki singgasana Kerajaan Galuh Giri Salaka. Keadaan semakin runyam dengan datangnya Pangeran Hariwiryanatanu yang hendak menguasai kerajaan Galuh dan hendak mempersunting sang Dewi.
Perangpun berkecamuk. Kerajaan Bentar Njung segara dipertaruhkan. Sang Prabu mengeluarkan Ulapasa Jadi seekor naga sakti sebagai kekuatan perang. Sang Pangeran kemudian mengarah Paksi Rajawali kekuatan sakti anugerahkan Bhagawan Medadyaksa untuk membinasakan ular laut yang sangat sakti tersebut.
Prabu Wilatadwarakara raja Bentar Segara pun akhirnya takluk dari kekuatan Pangeran Hari Wijayatanu. Penyamaran Jagal Sonahara yang datang melumpuhkan Prami Ghori Isani terungkap. Pangeran Hariwiryanatanu akhirnya mengetahui bahwa Jagal Sonahara adalah putri Raja Galuh Giri Salaka yang dia cari.
Mereka selanjutnya menghadap sang ayah, Prabu Surya Kencana untuk memohon restu agar mereka menjadi pasangan penerus penyatuan tahta pemerintahan Kerajaan Galuh Giri Salaka, Kerajaan Kerthodyana Negara, dan kerajaan Bentar Segara di bawah satu payung pemerintahan yang nyegara-giri.
Kisah bertajuk “Giri Segara Tanu” di atas ini, ditampilkan dengan apik Sanggar Seni Mangu Swara, Duta Kabupaten Badung pada Parade Arja Klasik Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV 2023, di Kalangan Ayodya – Taman Budaya Bali.
Penanggung Jawab, Dr. Desak Made Suarti Laksmi, SSKar, dari Sanggar Seni Mangu Swara menuturkan, setiap tahun sanggar ini melakukan pementasan. Artinya, para seniman yang terlibat, sebenarnya sudah terbiasa untuk tampil karena sudah menguasai. Baik itu dari segi olah vokal, dan tari.
Diakuinya, dalam persiapan pementasan, memang pasti ada suka duka, pasti ada kendala yang dihadapi, dan hal itu sudah bisa. Untuk anak anak yang mengerti proses, tentu mereka sudah paham dan lebih mudah diarahkan.
Namun, ada anak-anak yang tidak mengerti proses, terkadang mereka merasa lelah, ada yang menangis. Inilah yang menjadi tantangan dalam persiapan, dan hal itu sudah bisa ditangani.
“Ke depan kami berpesan, kepada generasi muda, agar bisa mencintai kesenian milik masyarakat Bali, milik nusantara, terutama sebagai generasi penerus untuk bisa mempertahankan kesenian ini,” pesannya. (jus/kb)