GianyarPariwisataSosial

Jeritan Sopir Lokal di Kawasan Wisata Ubud, Kue Pariwisata Terkikis TMF?

    GIANYAR, Kilasbali.com – Setelah ojol maupun taxi online, kue di bidang trasportasi lokal di kawasan wisata Ubud terkikis lagi. Para pengemudi lokal di Ubud kini semakin merana, setelah beroperasinya shuttle gratis dengan mobil mewah oleh pemerintah yang merealisasikan program Toyota Mobility Foundation (TMF).

    Seorang pengemudi lokal, I Ketut Sudiarta asal Peliatan Ubud menyebutkan, pemerintah dinilai mengabaikan keberadaan sopir lokal.

    Padahal diawal perkembamgan pariwisata setempat, keberadaan mereka sangat penting perannya. Kini setelah Ubud sumrigah, mereka justru dianggap tidak ada. Bahkan divonis negatif dengan sematan pengemudi liar.

    “Dengan bebasnya jasa transportasi berbasis on line, jasa kita sudah kalah segalanya. Kini diperparah lagi dengan adanya shuttle mobil mewah dan gratis oleh pemerintah, lengkap sudah derita kami,” keluhnya.

    Pasca shuttle mewah itu beroperasi, lahannya secara otomatis menyempit. Pihaknya pun kerap gagal mendapatkan job mengantar wisatawan di area Ubud, lantaran banyak spanduk bertebaran yang menginformasikan layanan shuttle gratis tersebut.

    Baca Juga:  Ratusan Musisi Lokal – Internasional Bakal Meriahkan Ubud Village Jazz Festival 2024

    “Kemarin aaya ada janji melayani wisatawan asing dari Peliatan menuju salah satu akomodasi penginapan yang masih di seputaran Ubud. Saat saya jemput, tamunya mendadak membatalkan karena melihat ada shuttle gratis dan mewah,” ujarnya.

    Kondisi ini, terang saja merugikan para sopir lokal di Ubud. Apalagi, informasi tentang shutlte gratis ini dipasang di tempat-tempat keramaian. Hampir semua wisatawan di Ubud mengetahui dan memilih shuttle ini.

    “Kita heran wisatawan ini datang ke Bali tentunya berbekal cukup. Pemerintah bukannya membuka banyak lapangan kerja, ini malah merebut lapangan kerja masyatakat,” ujarnya.

    Terkait sebagai solusi kemacetan, Ketut mengatakan, keberadaan sutle gratis ini juga kerap dilihatnya terjebak macet.

    “Sama seperti program bus gratis, sutle ini juga kerap saya lihat macet-macetan. Saya harap ada solusi yang tidak memiskinkan masyarakat,” keluhnya lagi.

    Baca Juga:  YPSS Sinergi Bersama Polri Amankan Pemilukada

    Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Gianyar, I Made Arianta mengatakan, polemik tersebut terjadi karena adanya miskomunikasi.

    Disebutkan, shutlle gratis tersebut merupakan program Toyota Mobility Foundation (TMF), sebuah yayasan nirlaba yang didirikan oleh Toyota Motor Corporation.

    Shutle tersebut merupakan CSR-nya Toyota yang diberikan pada Kerthi Bali Santhi Pemprov Bali.

    “Itu merupakan CSR Toyota yang diberikan pada Pemprov Bali. Jadi bukan program yang dibiayai APBD, baik APBD Pemprov Bali apalagi APBD Pemkab Gianyar. Shutle tersebut hanya beroperasi di pusat pariwisata Ubud. Tidak sampai ke kecamatan lain. Dan, program shutle gratis ini untuk bisnis plan. Artinya, keberadaan sutle gratis ini tidak permanen,” jelasnya.

    Lebih lanjut setelah berlangsung selama 6 bulan, nantinnya, bisa dilakukan oleh stakeholder yang bergerak di bidang transportasi, dengan harapan dapat mengurai kemacetan di Ubud.

    Baca Juga:  KPU Tabanan Tunggu Juknis Pemilih di Teritorial Unik

    “Karena kemacetan di Ubud akibat kapasitas kendaraan lebih banyak dari kapasitas jalan. Sutle bisa dipakai oleh pekerja, masyatakat dan wisatawan,” ujar Arianta.

    Arianta mengatakan, rute sutle gratis ini hanya di 13 titik, yang tersebar di lima desa/kelurahan di Ubud. Di antaranya, Ubud, Petulu, Sayan, Kedewatan, dan Peliatan.

    Terkait disebut mengambil lahan sopir konvensional, Arianta mengatakan, sebelumnya pihaknya menilai keberadaan shutle gratis ini tidak menganggu pendapatan mereka.

    “Menurut kami, yang diganggu bukan sopir konvensional, tetapi sopir online. Karena kami lihat selama ini, sopir konvensional lebih suka mengambil tamu dari vila atau hotel ke objek wisata atau pusat pemberlanjaan di luar Ubud,” pungkasnya. (ina/kb)

    Back to top button