GIANYAR, Kilasbali.com – Sudah saatnya menghilangkan pengkotakan maupun perbedaan, momentum Tradisi Perang air “Siat Yeh” di puncak Festival Air Suwat (FAS), Senin (1/1) pun diharapkan warga Suwat bersatu atau masikian.
Patut dibanggakan embrio kebersamaan itu justru ditunjukkan oleh yowana setempat yang dipercaya mensukseskan FAS.
Perang air, melibatkan sebagian besar warga mulai dari anak-anak, hingga warga dewasa.
Namun dalam suasana gembira kali ini mereka juga berebut uang yang dilemparkan pengurus adat setempat. Kemudian dilanjutkan dengan aksi saling menyiramkan air ke semua orang yang ada di dekatnya.
“Tradisi ini adalah permohonan untuk membersihkan diri secara lahir dan batin. Sekaligus memperkuat persaudaraan warga sekaligus sebagai atraksi wisata untuk menarik kunjungan wisatawan,” ungkap Bendesa Agung Desa Suwat, Ngakan Sudibya.
Lanjutnya, masyarakatnya juga memaknai perang air sebagai upaya melawan energi buruk selama berjuang menghadapi kehidupan di tahun baru.
“Melalui siat yeh, tradisi ini disimbolkan dengan cara mengambil dan kemudian saling menyiramkan air ke tubuh. Perang air siat yeh ini kami gelar di kawasan catus pata atau perempatan jalan desa sebagai titik pertemuan dan penyatuan potensi desa,” terangnya.
Warga dari empat penjuru mata angin saling bertemu di catus pata. Satu sama lain warga saling menyiram. Tawa dari masyarakat pun akan saling terdengar di antara hiruk gamelan dan lemparan cipratan guyuran air.
“Air yang digunakan untuk tradisi perang air siat yeh berasal dari Tukad Melanggih. Mata air ini memang berdebit besar yang mengalir di tepian pura Dalem, tenggara Desa Suwat. Masyarakat setempat pun menganggap air dari Tukad Melanggih sebagai air suci,” pungkasnya. (ina/kb)