TABANAN, Kilasbali.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tabanan mempertegas tempat-tempat yang dilarang dipakai untuk berkampanye. Khususnya pada musim kampanye Pilkada 2024 yang berlangsung saat ini.
Sesuai Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, ada tiga tempat yang dilarang dipakai untuk kegiatan kampanye yakni fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Ini seperti ditegaskan anggota Bawaslu Bali yang juga Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi, I Wayan Wirka.
“Khusus tempat ibadah itu tidak ada opsionalnya (pilihan). Tegas aturannya. Wajib itu,” tegas Wirka usai rapat koordinasi dengan sejumlah stakeholder di Bawaslu Tabanan, Senin (30/9).
Sementara, sambungnya, untuk di fasilitas pemerintah atau tempat pendidikan masih boleh dipakai sebagai tempat kampanye.
“Sepanjang mendapatkan izin dari pengelola tempat dan pasangan calon tidak boleh membawa atribut. Kalau di tempat ibadah titik dia. Tidak ada komanya. Clear. Tidak boleh ada kampanye,” imbuhnya.
Namun pihaknya tidak memungkiri ada pengecualian bagi pasangan calon yang hendak melaksanakan persembahyangan di tempat ibadah.
“Jangan sampai salah. Kami tidak melarang orang melakukan persembahyangan. Tapi tidak boleh melaksanakan kampanye,” ujar Wirka menegaskan lagi.
Pun demikian seandainya pasangan calon atau timnya yang datang ke tempat ibadah mengenakan pakaian berisi simbol pasangan calon yang bersangkutan.
“Sepanjang tidak berkampanye, menyampaikan visi misi atau program kerja, citra diri, dan mengajak orang lainnya yang datang ke sana (tempat ibadah) untuk memilih pasangan calon tersebut,” ujarnya.
Selain itu, sambung Wirka, pasangan calon atau timnya yang datang ke tempat ibadah dengan mengenakan pakaian berisi simbol pasangan calon juga tidak menyebarkan materi kampanye atau memasang alat peraga kampanye (APK). “Seragam yang melekat pada tubuhnya tidak masalah,” jelasnya.
Selain tempat ibadah, ia juga mengungkapkan rapat koordinasi tersebut juga membahas soal aktivitas kampanye yang diatur KPU. Sesuai Undang-Undang Pemilu, jadwal kampanye diatur menggunakan surat keputusan KPU.
“Di Tabanan ternyata tidak dibuatkan jadwal berdasarkan hari. Jadi setiap hari paslon bisa kampanye. Yang diatur hanya zona atau tempat pelaksanaan kampanye. Bukan waktu,” ungkapnya.
Menurut Wirka, sepatutnya dibedakan antara jadwal yang mengatur waktu pelaksanaan kampanye dan zona yang mengatur soal tempat pelaksanaan kampanye.
“Sehingga yang menjadi perhatian bagi pasangan calon adalah tempatnya. Kalau hari ini di zona A, kampanyenya harus di zona A. Apa konsekwensinya dari pelanggaran itu, ya administrasi,” ujarnya.
Dalam hal terjadi pelanggaran zona kampanye, Wirka menyebut Bawaslu bisa saja memberikan rekomendasi kepada KPU untuk mengurangi hak kampanye bagi pasangan calon yang melanggar. “Karena dia melanggar zona kampanye,” tukasnya.
Sedangkan untuk pelanggaran terkait tempat pelaksanaan kampanye, semisal tempat ibadah, Wirka tegas menyebut konsekwensinya adalah pidana pemilu.
“Di Bali, pura ada konsep tri mandala. Kalau aktivitas itu dilakukan di utama mandala, madya mandala, nista mandala, itu masuk kategori (pelanggaran),” katanya.
Sedangkan di wantilan, pihaknya akan melihat fungsi bangunan tersebut. Karena pihaknya tidak memungkiri di Bali ada wantilan yang dibangun dekat pura namun dimanfaatkan untuk aktivitas umum.
“Kalau melanggar aturan tempat itu bisa dipidana. Bisa dipenjara. Kalau terbukti. Jangan pernah bermain-main terkait larangan kampanye. Kami sudah tegaskan mengenai metode kampanye itu,” pungkasnya. (c/kb).