TABANAN, Kilasbali.com – Persatuan Wartawan Tabanan (Pewarta) kembali menggelar agenda rutinnya yakni Kopi Pewarta atau Komunikasi Penuh Inspirasi pada Jumat (14/2).
Kali ini, Kopi Pewarta mengusung tema “Dilema Honorer Menanti Kepastian di Tengah Reformasi Birokrasi” yang berlangsung di ruang rapat DPRD Tabanan.
Diskusi mengenai nasib honorer itu dilakukan dengan mengundang sejumlah narasumber di antaranya Ketua DPRD Tabanan, Ketua Komisi I DPRD Tabanan, Kepala Badan Kepegawaian Peningkatan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tabanan.
Tidak hanya itu, diskusi ini juga mengundang Kepala Ombudsman Perwakilan Bali Republik Indonesia dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (Bakeuda) Kabupaten Tabanan.
Di awal kegiatan, Ketua Panitia Kopi Pewarta, Juliadi, menyampaikan Kopi Pewarta merupakan kegiatan rutin yang digelar Pewarta secara berkala setiap tiga bulan sekali.
“Tema yang diangkat kali ini tentang nasib tenaga honorer di Pemkab Tabanan seusai adanya penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mereka yang tidak lulus PPPK bagiamana nasibnya?” kata Juliadi.
Pihaknya berharap, diskusi yang digelar dalam Kopi Pewarta ini, bisa membantu mengurai persoalan mengenai nasib honorer yang pada nantinya tidak lulus PPPK.
Sementara itu, Ketua DPRD Tabanan I Nyoman Arnawa mengatakan, pihaknya bersama pimpinan daerah telah berkoordinasi dan sepakat memperjuangkan nasib tenaga honorer yang tidak lulus PPPK.
Secara kelembagaan, ia juga telah menugaskan Komisi I untuk berkoordinasi secara terus-menerus dengan BKPSDM dan mengawal penuh agar tenaga honorer yang belum lulus PPPK diperjuangkan menjadi tenaga PPPK paruh waktu.
“Kami berharap pada 2026 tenaga honorer yang sudah terdata di BKN dan sudah mengabdi dua tahun bisa diperjuangkan menjadi PPPK penuh waktu,” katanya.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Gusti Nyoman Omardani. Komisinya yang salah satunya membirangi urusan birokrasi siap mengawal dan memperjuangan nasib tenaga honorer.
Bahkan dalam waktu dekat ini, pihaknya bersama BKPSDM akan berkonsultasi ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) terkait kejelasan PPPK paruh waktu.
“Sehingga bisa lebih jelas dalam melangkah dan menempuh kebijaksanaan terkait,” kata Omardani.
Kepala BKPSDM Tabanan, I Made Kristiadi Putra, menuturkan bahwa pihaknya sangat terbantu dengan adanya dukungan dari DPRD Tabanan dalam pengelolaan kepegawaian ASN dan non-ASN.
Ia menegaskan, pihaknya berpegangan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang salah satunya mengatur tentang penataan tenaga non ASN yang esensinya adalah tidak ada PHK, tidak ada pembengkakan anggaran, dan tidak ada pengurangan anggaran yang diterima masing-masing personal.
“Untuk pengaturan non-ASN ini, sesuai Surat Menpan RB tanggal 16 Januari 2025 tentang pelarangan pengangkatan tenaga honorer, Sekda Tabanan telah menindaklanjuti dangan mengeluarkan surat edaran ke masing-masing SKPD untuk tidak lagi menerima tenaga honorer,” paparnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti mengemukakan, tenaga honorer di sejumlah kabupaten di Bali, termasuk di Kabupaten Tabanan jumlahnya masih tinggi dan masih menyisakan masalah.
Menurutnya, ke depan perlu diperjuangan adanya formasi yang bisa diisi oleh tenaga honorer yang bekerja di pelayanan publik terdepan.
“Formasi yang diperlukan dan diprioritaskan Kabupaten Tabanan itu apa saja? Ini yang nanti perlu dikonsultasikan juga di Kemenpan RB selain tentang tenaga PPPK paruh waktu,” sarannya.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait ketersediaan anggaran pada 2026 untuk tenaga non-ASN di tengah efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat, Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda), I Wayan Kotio, menyampaikan bahwa kebijakan mempertahankan tenaga non-ASN merupakan kebijakan pimpinan daerah yang sudah disetujui DPRD.
Karena itu, pihaknya akan mengusulkan anggaran non-ASN tersebut kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Kami hanya mengusulkan anggaran kepada tim anggaran untuk persetujuannya,” jelasnya secara singkat. (c/kb)