Tabanan

Dewan Tabanan Sidak YBC, Desa Adat Klaim Tanah Adat

    TABANAN, Kilasbali.com – Komisi II DPRD Tabanan bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Tabanan dan Dinas PUPRPKP Tabanan melakukan sidak, Senin (18/11/2019), ke Yeh Gangga Beach Club (YBC). Sidak itu untuk menyikapi pemberitaan terkait usaha terebut yang belum memiliki izin dan diduga melanggar sempadan pantai. Di mana pemilik usaha diminta untuk segera melengkapi segala dokumen perijinan sebelum mulai beroperasi.

    Ketua Komisi II DPRD Tabanan, I Wayan Lara mengatakan, setelah mengetahui informasi mengenai adanya bangunan komersil yang tidak memiliki izin dan melanggar sempadan pantai di Pantai Yeh Gangga, di Banjar Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan, pihaknya kemudian turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya.

    Menurutnya, atas penjelasan yang diberikan oleh perwakilan pemilik usaha, Desa Adat, Dinas Perijinan maupun Dinas PU, ia sepakat untuk terus memantau perkembangan perijinan YBC, selanjutnya akan melakukan evaluasi setiap tiga bulan. “Kita sidak selain untuk mengetahui kondisi secara langsung juga untuk mendapatkan informasi yang benar, agar bilamana ada pertanyaan dari masyarakat kami bisa menjelaskan,” tegasnya.

    Ia pun mengimbau pemilik usaha untuk segera melengkapi dokumen perijinan. Jika ada hambatan, ia meminta untuk berkoordinasi karena tidak boleh menghalangi orang yang melakukan usaha, sepanjang mengikuti aturan main yang benar. “Karena ini belum beroperasi jadi belum bisa masuk pajak, tapi terkait restonya nanti kita pastikan masuk lewat PHR,” sambungnya.

    Ditambahkan Ketua Fraksi PDIP, I Nyoman ‘Komet’ Arnawa meminta agar pihak Desa Adat segera mengurus pensertifikatan tanah agar status tanah itu jelas. Ia takut jika kepemilikan tanah tidak jelas membuat permasalahan dikemudian hari yang merugikan pemilik usaha. Karena usaha yang ada akan sangat berpengaruh pada peningkatan PAD Kabupaten Tabanan. “Kita juga sandingkan dengan usaha yang ada disebelahnya, apakah bisa dilanjutkan, kalau disebelahnya diberikan ijin seperti apa bentuk perijinannya,” tegasnya.

    Baca Juga:  Bahas Ini, PDI Perjuangan dan Golkar Tabanan Makan Siang Bersama

    Ia pun ingin agar persoalan tersebut bisa dibahas dalam rapat bersama eksekutif terutama yang mengacu ITR dan RDTR yang jelas supaya nantinya tidak ada pelarangan pembangunan atau pembongkaran bangunan masyarakat yang ingin membuka usaha di Tabanan. “Mari kita bersama mengikuti aturan yang jelas supaya tidak ada pihak yang dirugikan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kabid Pelayanan Non Perijinan DPMPPTSP Tabanan, Endah Setyaningsih menjelaskan bahwa kegiatan pembangunan YBC hanya baru mengantongi informasi tata ruang (ITR) saja. Yang artinya disana menjelaskan peruntukan dari kawasan tersebut. “Bahwa kawasan ini masuk sempadan pantai, jadi dia sebenarnya boleh ada bangunan dengan jarak 100 meter dari pasang surut tertinggi,” jelasnya.

    Kawasan itu sendiri memang sangat direkomendasikan untuk kegiatan yang mendukung pariwisata dengan syarat bangunan yang dibangun adalah semi permanen dan tentunya mendukung kegiatan keagamaan setempat. “Kalau untuk YBC ini dari bangunannya memang belum ada IMB,” imbuhnya.

    Sayangnya untuk mengurus proses perijinan, ia menyebutkan jika Desa Adat masih menunggu proses pensertifikatan tanah. Perijinan baru bisa diproses setelah nanti status tanah jelas. Hanya saja dari segi perdagangan, YBC telah memiliki Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang pengurusannya dilakukan melalui OSS.

    “Kalau secara aturan sebenarnya belum boleh beroperasi karena kalau diperijinan harus ada ijin lokasi, ijin lingkungan dan IMB. Tapi kalau sudah mendaftarkan IUMK biasanya ijin operasional langsung keluar karena sistem dari pusat,” tandasnya.

    Baca Juga:  Simpatisan Made Dirga Ambil Formulir di DPC PDIP Tabanan

    Sebelumnya, pihak Desa Adat Yeh Gangga mengklaim bahwa YBC berdiri di atas tanah milik adat dengan sistem mengontrak selama 20 tahun. Namun pihak Desa Adat tidak memiliki bukti otentik atas tanah tersebut dan menyebut akan segera mengurus pensertifikatannya ke Badan Pertanahan Negara (BPN) Tabanan.

    Dalam kesempatan tersebut, Bendesa Adat Yeh Gangga I Ketut Dolia, didampingi Bendahara Adat I Made Sunada mengaku menyambut baik adanya pembangunan YBC di wilayahnya. Terlebih YBC yang dimiliki oleh I Nyoman Roca dan I Nyoman Ariadi tersebut merupakan warga lokal Yeh Gangga yang siap membangun daerah sendiri. Termasuk di dalamnya nanti akan ada pembangunan stage untuk pertunjukan kecak.

    Maka dari itu sesuai kesepakatan Adat berdasarkan rapat, pihaknya mengijinkan pemilik usaha untuk mengontrak tanah adat yang lokasinya dipinggir pantai Yeh Gangga untuk dijadikan lokasi berdirinya YBC. Tanah itu dikontrak dua blok selama 20 tahun, dimana satu blok seluas 1 are. Harga satu blok untuk 10 tahun pertama adalah Rp 5 Juta, dan Rp 6,5 Juta per blok untuk 10 tahun berikutnya.

    “Dulunya cuma Rp 5 Juta pertahun, tetapi karena nantinya bangunan akan menjadi milik adat maka pengontrak meminta 20 tahun, jadi total pemasukannya adalah Rp 230 Juta, dengan rincian Rp 100 Juta untuk 10 tahun pertama, dan Rp 130 Juta untuk 10 tahun berikutnya,” jelasnya.

    Baca Juga:  Sesepuh Banteng Tabanan Turun Gunung Suarakan 'ABS'

    Dengan sidak yang dilakukan, pihak Desa Adat akan menyampaikan kepada pemilik untuk segera mengurus ijin dan pihak Desa Adat juga akan mengurus sertifikat. Lantaran kata dia, hingga saat ini memang tidak ada bukti bahwa tanah itu milik Adat Yeh Gangga.

    Namun ia mengklaim jika hal itu dapat dibuktikan dengan aktifitas warga Yeh Gangga yang sudah sejak lama di tanah tersebut, mulai dari membuat garam hingga memelihara sapi dan bukan bagian dari reklamasi. “Belum ada buktinya sama sekali karena sempadan pantai, yang jelas dengan adanya peraturan Gubernur yang baru Desa Adat dapat mengelola daerahnya sendiri,” imbuhnya.

    Pihaknya pun memastikan jika YBC tidak akan ditutup sehingga persoalan perijinan akan segera dituntaskan. Karena pemilik usaha murni ingin membangun Desa Adat. Ia pun memastikan untuk daerah di barat YBC tidak akan dikembangkan lagi, melainkan akan diarahkan untuk spiritual.

    “SPPT belum ada, padahal kita dibawah ingin tertib menjadi wajib pajak, yang penting kita dikasi jalan, karena  pas pengukuran orang BPN, dikasi info bahwa tidak boleh disertifikatkan, karena kawasan Samudera Indonesia, padahal dari dulu warga kita sudah memanfaatkannya. Tapi akan kita ajukan melalui prona ini,” pungkasnya. (dwe/*kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi