Ekonomi BisnisGianyar

Sayuran Kaku dan Layu ‘Tancap Gas’

    GIANYAR, Kilasbali.com – Musim kemarau panjang semakin mengusik kebutuhan pokok. Menyusul beras, komoditi lainnya juga ikut tancap gas. Sayuran yang kurang berkualitas karena cenderung kaku dan laku pun tetap melambung mahal.

    Tidak hanya warga perkotaan, masyarakat pedesaan juga mulai kesulitan karena pepohonan seperti Kelor, Singkong hingga Wahong (Bulun Bon), kewalahan bertunas.

    Pande Jaya, Warga asal Desa Suwat, Selasa (31/10) mengungkapkan, awalnya dirinya tak ambil pusing dengan naiknya harga sayur mayur di pasar. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran dirinya dma warga desa lainnya sudah memiliki alternatif.

    “Awalnya gampang, daun singkong, daun kelor, Jepen-jepan hingga daun bulun bon berlimpah di tegalan. Hanya saja sekarang sudah kewalahan bertunas karena sebagian besar masyarakat kami berburu sayuran ke tegalan. Pohonnya kewalahan bertunas di saat musim kering begini,” ungkapnya.

    Baca Juga:  Roadshow, Wisnu Temui Sulinggih dan Aktif di Medsos

    Kondisi ini membuat warga pedesaan mulai merasakan paceklik saat kemarau panjang Tahun 2023. Di mana komoditi sayuran yang banyak alternatifnya kini melangka dan sebagian besar mengalami kenaikan harga.

    Bahkan, ada komoditi yang naiknya sampai 300%, seperti cabai merah yang sebelumnya dengan harga Rp 20.000 naik menjadi Rp 75.000 per kilo gram.

    Dikonfirmasi Kabid Stabilitas Harga Komoditi Disperindag Gianyar, Henny Sriwahju, Selasa (31/10) menyebutkan kemarau Tahun 2023 ini sudah terdampak pada harga komoditi sayur.

    Baca Juga:  Ratusan Musisi Lokal – Internasional Bakal Meriahkan Ubud Village Jazz Festival 2024

    Dikatakan Sriwahju, khusus komoditi sayur yang berasal dari Bedugul, Buleleng, Kintamani Bangli, pasokan ke Gianyar sudah menurun. Begitu pula, pasok dari luar Bali, Jawa dan Lombok juga menurun.

    “Hukum pasar berlaku. Permintaan tinggi dan pasokan menipis, harga cenderung naik. Maklum juga, di tempat produksi sayur juga terdampak kemarau,” jelasnya.

    Dibebernya, harga komoditi yang mengalami kenaikan harga adalah sayur kol, yang semula per kilo Rp 5.000 naik menjadi Rp 8.500 per kilo gram. Buncis yang sebelumnya Rp 5.000 naik menjadi Rp 18.000/kg. Cabai Hijau yang semula Rp 12.5000 naik sampai Rp 45.000.

    “Nah, cabai merah yang umum dikonsumsi naik dari Rp 20.000 menjadi Rp 75.000/kg. Kenaikan ini sangat tajam, padahal sudah dibantu pasokan dari luar Bali,” bebernya.

    Ditambah lagi, komoditi utama, beras medium yang kini sudah menyentuh Rp 16.000/kg dimana harga HET Rp 13.5000.

    Baca Juga:  Re-Branding New Logo dan Instragram LVC&C Model Management di Living Wolrd Bali

    Henny Sriwahju berharap musim penghujan segera turun, sehingga komoditi sayuran bisa segera turun harga.

    Diduga, akibat kemarau ini, komoditi yang lain juga akan merangkak naik. Komoditi yang masih stabil seperti kacang panjang, bayam dan sayuran lain.

    Namun diakui dalam pemantauan, harga sudah naik sedikit demi sedikit. “Sedangkan untuk komoditi daging, kecenderungan turun harga,” tutupnya. (ina/kb)

    Back to top button