SINGARAJA, Kilasbali.com — Krama Desa Adat Tunjung, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, mendesak I Ketut Pasjaya selaku Bendesa adat Tunjung mengamankan tiga lembar sertifikat duen desa adat setempat.
Pasalnya, tiga sertifikat itu dijaminkan pinjaman oleh mantan Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Tunjung, Ketut Resih.
Informasi dihimpun, penanganan kasus LPD Tunjung di Unit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Buleleng, telah dinaikkan statusnya dari tahap penyelidikan jadi penyidikan.
Bendesa Pasjaya menerangkan, berdasarkan hasil rapat bersama pada Rabu (29/5) lalu, krama desa adat Tunjung sepakat meminta bendesa beserta prajuru segera mengamankan tiga sertifikat duen desa adat tersebut.
Imbuh Pasjaya, sejatinya LPD Tunjung sudah mulai terseok seok sejak tahun 2018 lalu, hingga akhirnya bangkrut. Estimasi kerugian dana masyarakat Rp 3,8 miliar. Ia menegaskan, permasalahan itu terjadi sebelum dirinya resmi jabat Bendesa di periode 2020-2025 mendatang.
“Meski kasus ini terjadi sebelum jabat Bendesa, namun kami upayakan tiga sertifikat duen desa bisa segera kembali. Memang agak berat, namun itu bagian dari kewajiban selaku warga Tunjung. Kala itu, Bendesa adat dijabat Gede Rana. Beliau (mantan Bendesa Rana) menyampaikan, jika tiga sertifikat dijaminkan oleh Mami (Ketut Resih) jabat Ketua LPD saat itu, tanpa sepengetahuan pengawas LPD, bahkan persetujuan sangkep adat,” terangnya.
Bendesa Pasjaya merinci desa adat Tunjung memiliki tujuh sertifikat. Nah, dari tujuh sertifikat itu, tiga diantaranya masih dalam kondisi disandera.
“Kenapa kami sebut disandera? Karena sertifikat itu dijaminkan hutang. Dua sertifikat dijaminkan di LPD Tuka Badung estimasi hutang Rp 500 juta, dimana diatasnya berdiri Pura Mrajapati sekaligus setra desa adat Tunjung dengan luasan 1 hektare. Satunya lagi, sertifikat dengan luasan 17 are diatasnya berdiri Pura Baleagung desa adat Tunjung. Pun, hutang di LPD Bengkala estimasi Rp 100 juta, diatasnya berdiri Pura Yeh Tabah,” ungkapnya.
Masih kata dia, pihaknya sudah berupaya melakukan upaya pendekatan dengan pihak LPD Tuka, namun hasilnya masih mentok alias tidak membuahkan hasil maksimal.
“Saat ini, dua sertifikat duen desa adat masih di LPD Tuka. Sudah dua kali kami menemui Ketua LPD Tuka di kantornya, dan satu kali di LPD Ambengan. Kala itu, ada permintaan dari LPD Tuka supaya kami bayar cicil per bulannya.
Jelas ya kami tolak, kan bikin hutang Mami, kok malah kami (desa adat) mesti bayar. Anehnya lagi, sudah ada dua sertifikat pribadi dijaminkan Mami di LPD Tuka, kenapa sertikat duen desa adat Tunjung tidak dikembalikan? Saat ini, kami serahkan kasus ini kepada pihak kepolisian,” tutupnya. (ard/kb)