Gianyar

Irigasi Turun Debit, Penyuluh Pertanian ‘Pensiun’

    GIANYAR, Kilasbali.com – Meski selalu dijadikan komoditi saat hajatan demokrasi, nyatanya keseriusan pemerintah di sektor pertanian selalu menuai sorotan.

    Terlebih di musim kemarau ini, di tengah rebutan air irigasi, petani tidak lagi dalam pemantauan lantaran ditinggal pensiun oleh petugas punyuluh pertanian.

    I Wayan Kajeng (60), seorang petani asal Desa Siangan, yang ditemui Kamis (2/11) mengaku setiap hari bermalam di salah satu pembagian air di Desa Suwat.

    Sementara rekannya yang lain juga begadamg di Desa Petak di tempat pembagian air yang lebih hulu.

    Lanjut itu, petani lainnya dari Siangan bertugas mengamankan air di pembagian paling hulu di Desa Sumita.

    “Kalau tidak kami tungguan siang malam, saluran air yang menuju suvak kami keburu ditutup pak. Kalau tak berjuang begini, kerugian kami bisa lebih besar lagi,” keluhnya.

    Memang, kemarau panjang yang sudah hampir memasuki hari ke-150, menyebabkan komoditas pertanian mulai mengering dan krisis air.

    Baca Juga:  Australia Dukung Bali Kendalikan Rabies

    Kondisi ini juga terjadi lahan pertanin basah, pada tanaman padi. Mengecilnya debit air irigasi, menyebabkan petani harus rela tidak tidur demi mendapatkan air irigasi.

    Kabid Sarana dan Prasarana Distanak Gianyar, Sadakarya tak menampik kondisi ini. Di mana pengaturan air dilakukan mulai dari bendungan atau dam.

    “Pada bendungan atau dam, air dibagi per dua hari kepada saluran irigasi, kemudian dibagi lagi oleh Masing-masing subak,” jelas Sadakarya.

    Persoalannya, debit air mulai mengecil pada saluran irigasi tersier, sehingga petani rebutan air.

    Namun hal tersebut sudah ada kesepakatan antar subak dan antar petani, sehingga tidak ada konflik antar subak atau antar petani.

    Baca Juga:  YPSS Sinergi Bersama Polri Amankan Pemilukada

    “Sampai saat ini belum ada laporan terkait gagal tanam, kalau keluhan debit air mengecil dari Gianyar Utara sampai Selatan, debit mengecjlt, dari sumbernya juga mengecil,” jelasnya.

    Yang justru menjadi persoalan saat ini adalah Dinas Pertanian Gianyar kekurangan tenaga penyuluh pertanian.

    Disebutnya, beberapa waktu lalu, tiga tenaga penyuluh sudah pensiun.

    “Kini tersisa 11 tenaga penyuluh, penyuluh ini juga sudah berumur, di atas 50 tahun, mobilitas sudah menurun,” jelas Sadakarya.

    Tenaga penyuluh ini juga dibantu 13 tenaga penyuluh dari Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP) dari pusat.

    Sehingga jumlah penyuluh keseluruhan sebanyak 24 tenaga. Ke 24 penyuluh ini mesti menggawangi 1.950 subak yang ada di Gianyar.

    Baca Juga:  Terobosan Sistem Tol Non Tunai Nirsentuh Pertama di Indonesia

    “Bisa dibayangkan satu tenaga penyuluh pertanian mesti menggawangi 66 subak, kerja mereka menjadi berat,” bebernya.

    Kondisi tersebut sudah berulang dilaporkan ke Kementerian Pertanian agar bisa diangkat tenaga penyuluh. Setidaknya menurut Sadakarya, satu desa dengan satu tenaga penyuluh.

    “Hal ini sudak kami usulkan ke Kementerian Pertanian, namun sampai saat ini belum ada penambahan, harapan kami ada rekrutmen, sebab tenaga yang ada juga akan segera pensiun tahun ini dan di tahun 2024,” harapnya.

    Sebagai penjaga gawang pertanian di tingkat bawah, tenaga tersebut dibutuhkan. Satu desa satu penyuluh sudah cukup dibanding kondisi saat ini, yang setiap penyuluh menggawat 66 subak.

    “Dengan ditambah tenaga penyuluh, program Pertanian lebih cepat sampai ke petani,” harapnya. (m/kb)

    Back to top button